Maraknya Dugaan Pungutan liar dalam Pengurusan SKGR di Kabupaten Tapanuli Selatan Memicu Keprihatinan Publik
Investigasi LMPN Sumatera Utara atas maraknya Dugaan pungli dalam operasional pengurusan SKGR di Tapanuli Selatan.
Tapanuli Selatan-LovaNews.com,- Pengurusan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) kini menjadi sorotan tajam public terkhusus oleh LMPN Sumatera Utara yang mana di duga adanya praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah oknum di kantor camat kabupaten Tapanuli Selatan. Praktik ini tidak hanya melanggar aturan hukum yang berlaku, tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
Latar Belakang Kasus
Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) merupakan dokumen penting yang digunakan sebagai bukti adanya pengalihan hak atas tanah atau bangunan melalui proses jual beli atau ganti rugi. SKGR diterbitkan oleh pejabat pemerintah setempat, biasanya camat, sebagai pengakuan atas hak seseorang atau sekelompok orang terhadap sebidang tanah yang belum memiliki sertifikat resmi.
Namun, dalam praktiknya, pengurusan SKGR di Kabupaten Tapanuli Selatan telah menjadi ladang subur bagi oknum yang ingin mencari keuntungan pribadi melalui pungutan liar. Investigasi yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal LMPN Sumatera Utara, Rony, mengungkap bahwa biaya yang dikenakan untuk pengurusan SKGR di beberapa kecamatan mencapai angka Rp 1.700.000 per surat, jauh di atas ketentuan resmi yang menetapkan biaya pengurusan pertama kali sebesar Rp 0 atau nol rupiah.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ATR/BPN, jelas diatur bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali seharusnya tidak dikenakan biaya atau sebesar Rp 0 (nol rupiah). Ketentuan ini dibuat untuk mendorong masyarakat agar segera mendaftarkan tanah mereka dan mendapatkan kepastian hukum atas hak kepemilikan. Namun, kenyataannya, masyarakat di Tapanuli Selatan justru harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan SKGR yang seharusnya gratis.
Lebih lanjut, penyalahgunaan wewenang oleh oknum kantor camat dalam penerbitan SKGR menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan internal pemerintah daerah. Padahal, camat sebagai pejabat pemerintah seharusnya bertindak sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak melakukan praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Pengutipan biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Dampak Sosial dan Ekonomi Terhadap Masyarakat
Dampak dari praktik pungli dalam pengurusan SKGR ini sangat dirasakan oleh masyarakat Tapanuli Selatan, terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat yang ingin mengurus SKGR untuk kepentingan legalitas tanah dan bangunan mereka terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit. Hal ini menambah beban ekonomi dan membuat masyarakat enggan untuk mengurus legalitas tanah mereka, yang pada akhirnya dapat menghambat program pemerintah dalam mempercepat pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, praktik pungli ini juga menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Tanah yang tidak memiliki legalitas yang jelas akan lebih rentan terhadap sengketa dan perebutan lahan. Masyarakat yang merasa dirugikan dengan biaya pengurusan yang tinggi akhirnya memilih untuk tidak mengurus SKGR, yang justru membuat posisi mereka menjadi lemah secara hukum.
Perlindungan Hukum yang Belum Efektif
Walaupun secara hukum SKGR telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perlindungan hukum terhadap pemegang SKGR di Tapanuli Selatan dinilai belum efektif. Banyak masyarakat yang masih belum memahami hak-hak mereka sebagai pemegang SKGR dan prosedur yang harus ditempuh jika mereka merasa dirugikan. Ketidaktahuan ini diperparah dengan sikap aparatur pemerintah yang kurang proaktif dalam memberikan informasi dan edukasi hukum kepada masyarakat.
Pemerintah daerah seharusnya lebih intensif dalam melakukan sosialisasi mengenai pentingnya legalitas tanah dan hak-hak masyarakat terkait kepemilikan tanah. Selain itu, perlu adanya peningkatan transparansi dalam proses pengurusan SKGR agar masyarakat dapat dengan mudah mengetahui prosedur dan biaya yang seharusnya dikeluarkan.
Langkah-Langkah Penegakan Hukum dan Tindakan Pemerintah Daerah
Merespons atas dugaan pungli tersebut, Sekjen LMPN Rony meminta kepada Bupati Tapanuli Selatan untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap camat-camat yang terlibat dalam praktik pungli ini. “Sebagai atasan langsung dari para camat, Bupati memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan dan penegakan disiplin terhadap aparatur di bawahnya,” tegas Rony. Ia juga menambahkan bahwa camat yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPATK) seharusnya bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak melakukan pungutan di luar ketentuan.
Maraknya pungutan liar dalam pengurusan SKGR di Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi. Praktik ini tidak hanya merugikan masyarakat secara finansial, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah. Pemerintah daerah, bersama dengan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, harus bekerjasama untuk memberantas praktik-praktik koruptif ini dan memastikan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan bebas dari pungli. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan masalah ini dapat diselesaikan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.